A. PENDAHULUAN
Pengemasan aseptis adalah suatu cara pengemasan bahan di dalam suatu wadah yang
memenuhi empat persyaratan, yaitu : produk harus steril, wadah pengemas harus steril, lingkungan
tempat pengisian produk ke dalam wadah harus steril, dan wadah pengepak yang digunakan harus
rapat untuk mencegah kontaminasi kembali selama penyimpanan.
Prinsip pengemasan aseptis adalah baik bahan pangan yang dikemas maupun bahan kemasan
harus bebas dari mikroorganisme perusak ketika bahan pangan tersebut dikemas, sehingga produk
pangan yang dikemas merupakan produk yang steril. Hal ini berarti kemasan harus bebas dari
mikroorganisme patogen dan toksin, dan mikroorganisme penyebab kerusakan tidak dapat
berkembang. Jika kondisi ini sudah diterapkan, maka bahan pangan akan aman untuk disimpan
pada suhu ruang dalam jangka waktu yang lebih lama.
Penggunaan pengemasan aseptik dimulai tahun 1917 dimana dikembangkan suatu paten
mengenai cara pengalengan aseptik. Pada tahun 1919 diperkenalkan produk-produk kemasan
aseptis dalam suatu pameran susu di London. Pada saat itu konsumen belum siap menerima produkproduk
seperti ini. Penggunaan kemasan aseptis baru mulai berkembang setelah Perang Dunia II
dan berkembang dengan pesat dalam tahun 1962, yaitu saat diperkenalkan mesin pengemasan
aseptis untuk bahan pengemas fleksibel.
Sistem pengemasan aseptis digunakan untuk mengemas berbagai macam produk seperti
bahan pangan dan obat-obatan. Dalam pengawetan bahan pangan, pengemasan aseptis banyak
digunakan untuk pengawetan minuman atau makanan berbentuk cair terutama susu dan sari buah
yang mengandung asam rendah.
B. PROSES ASEPTIS
Untuk keberhasilan proses aseptis bahan pangan, maka ada beberapa persyaratan yang diperlukan,
yaitu :
- Peralatan yang dapat disterilkan
- Produk steril secara komersial
- Kemasan yang steril secara komersial
- Ruang steril dalam mesin pengemas, tempat pengisian produk steril ke dalam kemasan
steril dan penutupan secara hermatis
- Ada monitoring dan pencatat faktor-faktor kritis
Dalam sistem pengemasan aseptis, produk dan wadah pengemas disterilisasi secara terpisah,
kemudian dilakukan pengisian produk ke dalam wadah dalam lingkungan steril sehingga diperoleh
produk steril dalam kemasan yang tahan disimpan dalam jangka waktu lama. Sterilisasi produk
dalam sistem aseptis dilakukan dengan sistem alir atau sistem UHT (Ultra High Temperature), yaitu
pemanasan dengan suhu yang sangat tinggi (135-150oC) selama 2-5 detik.
Pemanasan produk dengan sistem UHT dalam pengemas aseptis dapat dibagi menjadi 2 kategori
utama, yaitu:
1. Sistem pemanasan langsung, yaitu sistem dimana terjadi kontak langsung antara medium
pemanasan dam hal ini uap panas dengan produk yang dipanaskan. Dalam sistem pemanasan
langsung terdapat dua cara yaitu : 1) cara injeksi uap dimana uap panas disuntikkan ke dalam
produk, dan 2) cara infusi dimana produk diinfusikan ke dalam aliran uap panas (Gambar 9.
1a).
Pindah panas terutama disebabkan kondensasi uap mencapai sekitar 10 persen dari produk.
Sehingga untuk mempertahankan kadar padatan produk, perlu diuapkan dengan vakum. Pada
sistem injeksi uap, uap panas disemprotkan ke dalam aliran produk menggunakan injektor.
Suhu uap mencapai 140-146OC dengan waktu tinggal sekitar 4 detik. Suhu produk yang
disterilisasi mencapai 137-138 persen. Pada proses infusi produk, produk didispersikan ke
dalam ruang infusi yang berisi uap panas.
2. Sistem pemanasan tidak langsung, yaitu sistem dimana medium pemanas tidak kontak
langsung dengan produk. Panas ditransfer melalui permukaan (biasanya stainless steel). Pada
sistem pemanasan tidak langsung ada 3 (tiga) macam cara, yaitu : 1) heat exchanger tipe
konvensional yang berupa lempengan atau plate dan 2) tipe saluran atau tubular (Gambar 9.1b),
dan 3) Scraped-Surface Heat Exchanger.
a. Sistem Langsung
b. Sistem Tidak Langsung
a. Sterlisisasi UHT b. Sterilisasi dalam Wadah
Gambar 9.2. Hubungan antara suhu dengan waktu dalam a) sterilisasi UHT dan b)
Sterilisasi konensional di dalam wadah.
C. PROSES PENGEMASAN ASEPTIS
Dalam sistem pengemasan aseptis, sterlisasi yang dilakukan terhadap wadah lebih bervariasi
tergantung dari jenis wadahnya. Beberapa contoh cara sterilisasi terhadap berbagai wadah yang
digunakan dalam pengemasan aseptis dapat dilihat pada Tabel9. 1. Misalnya untuk wadah yang
terbuat dari metal digunakan uap panas atau udara panas. Untuk wadah yang terbuat dari plastik
dapat digunakan etilen oksida, hidrogen peroksida atau dengan cara radiasi. Wadah gelas dapat
digunakan etilen oksida.
Masing-masing cara sterilisasi tersebut mempunyai keuntungan dan kelemahan. Sterilisasi
dengan uap panas dan udara panas akan menghasilkan suhu tinggi pada tekanan atmosfir, tetapi
mempunyai kelemahan karena mikroorganisme lebih tahan di dalam uap/udara panas daripada di
dalam uap jenuh. Sterilisasi wadah menggunakan hidrogen peroksida mempunyai keuntungan
karena prosesnya cepat dan efisien, sedangkan radiasi dapat digunakan untuk sterilisasi wadah yang
terbuat dari plastik yang sensitif terhadap panas, tetapi mempunyai kelemahan karena biayanya
yang mahal dan lokasinya terbatas.
Tabel 9.1. Berbagai cara sterilisasi wadah pengemas
Cara Sterilisasi Aplikasi
Udara panas Wadah metal
Udara panas (kering) Wadah metal/komposit
H2O2 panas Wadah plastik, foil berlaminasi
Kombinasi H2O2/sinar ultra
violet
Wadah plastik (karton/kemas bentuk)
Etilen Oksida Wadah gelas dan plastik
Panas dari proses koekstruksi Wadah Plastik
Radiasi Wadah plastik yang sensitif terhadap
panas
Sumber : Ito and Stevenson (1984).
Proses sterilisasi kemasan dengan menggabungkan antara peroksida dan sinar ultraviolet
sudah diterapkan oleh perusahaan kemasan lamintaing seperti Tetra Pakâ. Dalam hal ini sterilisasi
dilakukan dalam dua tahap, yaitu :
- Tahap pertama, bahan kemasan berupa kotak karton berlaminasi (terdiri dari kotak karton
yang diberi plastik tipis dan dilapisi dengan alumunium foil), dilewatkan pada bak berisi
hidrogen peroksida, dimana derajat sterilisasi tetrgantung pada waktu dan suhu yang
digunakan. Misalnya waktu sterilisasi 6.5 detik dengan konsentrasi H2O2 30% dan suhu 65oC,
atau selama 5 detik pada suhu 76oC
- Tahap kedua, bahan kemasan dikeringkan dengan udara panas untuk menghilangkan sisa
H2O2.
Sinergisme antara larutan H2O2 dengan sinar ultraviolet sudah lama diterapkan untuk pengawetan
bahan pangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan (extended shelf life=ESL), tapi
produk ESL ini masih membutuhkan penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi). Produk ESL
yang dikemas membutuhkan standard higenis tapi tidak seketat standard yang ditetapkan dlaam
kemasan aseptis.
Pada proses aseptis yang tradisional, peroksida diaplikasikan ke bahan kemasan dengan cara
menyemprot atau mengkondensasikan gas H2O2 pada permukaan bahan kemasan. Konsentrasi
peroksida yang digunakan biasanya sekitar 2% dengan waktu 2-4 detik. Bahan kemasan yang masih
basah dan mengandung H2O2 kemudian diberi sinar UV, kemudian kemasan dikeringkan dengan
udara panas untuk menghilangkan sisa H2O2.
Saat ini kombinasi antara peroksida dan UV telah dikembangkan oleh Tetra Pakâ, dimana
sinar UV diberikan setelah kemasan dikeringkan dengan udara panas. Sinar UV lebih efektif untuk
membunuh mikroorgansime patogen dalam keadaan kering daripada dalam keadaan basah.
Dalam pengemasan aseptik, ada beberapa metode pengemeasan yang dapat diterapkan yaitu :
1. Film and Seal
2. Form, Fill and Seal
3. Erect, Fill and Seal
4. Thermoform, Fill and Seal
5. Blow mold, Fill and Seal
Dalam pengemasan aseptik menggunakan karton diterapkan sistim Form Fill-Seal vertikal. Kertas
karton dalam gulungan, melalui roler untuk menghilangkan kisut, diberi tanggal, dilaminasi plastik
pada satu sisinya, dibentuk silinder yang menyelubungi pipa pemasukan produk, bagian bawah
diseal, diisi produk, kemudian bagian atas diseal bersamaan dengan seal bagian bawah karton di
atasnya. Selanjutnya dipotong dan dibentuk.
D. RANGKAIAN PROSES PENGEMASAN ASEPTIK
Bahan kemasan dalam bentuk gulungan melalui beberapa rol dan penjepit untuk persiapan
pembentukan kemasan. Pada bagian atas mesin pengemas, bahan kemasan dilewatkan dalam bak
berisi larutan hidrogen peroksida 35 persen untuk sterilisasi kemasan. Pada proses ini sebagian
bakteri tercuci dan sebagian lagi terbunuh.
Hidrogen peroksida yang berlebihan akan terperas ketika bahan kemasan melewati sepasang
rol penekan dan yang masih tertinggal diuapkan dengan udara panas yang dialirkan dari mantel
pipa produk. Karton berbentuk tube melewati zona pemanas sehingga suhu karton mencapai 120OC.
Selain efek pencelupan dalam hidrogen peroksida, sterilisasi dapat terjadi karena pemanasan dari
elemen pemanas dan peningkatan konsentrasi H2O2 akibat pemanasan. Tepat di bawah ujung pipa
pengeluaran produk, kelim melintang bagian bawah dibuat. Kemudian produk diisikan dan diikuti
penutupan bagian atas karton bersama dengan keliman bagian bawah karton yang berikutnya.
Pada waktu turun dari rol atas mesin pengemas, bahan kemasan mulai dibentuk. Begitu turun
melewati pipa pemasukan produk. Satu sisi karton dipanaskan dengan udara panas steril, lalu
direkatkan dengan sisi lainnya dengan ring pembentuk sehingga karton berbentuk silinder. Strip
plastik yang dipasang pada salah satu sisi karton akan berfungsi sebagai perekat, pelindung udara
dan mencegah terjadinya kontak produk dengan tepi karton.
Setelah penutupan, karton berisi kemasan digunting hingga terpisah dari tube karton yang
berada di atasnya dan selanjutnya dibentuk sampai bentuk akhir, yang cukup rapat untuk
melindungi produk dari mikroorganisme. Selanjutnya produk dipak dan siap dipasarkan.
E. PENGUJIAN KEMASAN ASEPTIK
Pengujian keutuhan kemasan dalam sistim aseptik merupakan hal yang kritis. Hal ini karena
berhubungan dengan keamanan dan kualitas produk. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan uji yang
bersifat non destruktif. Beberapa test yang sering digunakan ialah:
1. Test elektrolit, digunakan untuk mengetahui kerusakan yang berhubungan dengan kebocoran
kemasan, test ini menggunakan larutan elektrolit, bila terjadi kebocoran maka akan terjadi arus
listrik.
2. Test tekanan, digunakan untuk mendeteksi kebocoran dari kemasan, dalam test ini, gas
diinjeksikan ke dalam kemasan yang telah dicelup dalam air. Injeksi gas dilakukan dengan pompa.
Bila terjadi kebocoran maka terjadi gelembung dalam air.
3. Test mikrobiologi, digunakan untuk mendeteksi adanya kontaminasi dari mikroba dalam
kemasan. Test ini juga digunakan untuk menguji efektifitas sterilan yang digunakan.
F. EFEKTIVITAS STERILISASI
Untuk mengetahui efektivitas sterlisasi dalam sistem pengemasan asepik dapat dilakukan
pengujian yang dapat dibedakan atas 3 (tiga0 macam, yaitu : 1) pengujian efektivitas proses sterilisasi
produk, 2) pengujian efektivitas proses sterilisasi wadah pengemas dan 3) pengeujian efektivitas
sterilisasi prose/lingkungan pengisian produk ke dalam wadah dan proses penutupan. Dengan
melakukan pengujian efektivitas sterilisasi dapat diketahui apakah proses sterilisasi yang dilakukan
secara terpisah baik terhadap produk, wadah maupun ruang pengolahan sudah memenuhi
persyaratan.
Untuk menguji efektivitas sterilisasi biasanya digunakan spora bakteri tahan panas karena
hanya spora tersebut yang mungkin tahan terhadap perlakuan pemanasan pada suhu tinggi. Spora
bakteri yang tahan panas masih dapat hidup dengan pemanasan pada suhu 100oC selama 10 menit.
Spora bakteri yang tidak tahan panas akan mati pada suhu tersebut, bahkan sel vegetatif bakteri,
kapang dan khamir akan mati pada suhu 80oC selama 10 menit.
Bakteri mempunyai ketahanan panas yang berbeda-beda terhadap masing-masing cara
sterilisasi, maka sebagai penguji juga digunakan spora bakteri yang berbeda tergantung dari cara
sterilisasi yang digunakan (Tabel 2). Spora bakteri tahan panas yang paling banyak digunakan dalam
pengujian efektivitas sterilisasi adalah Bacillus stearothermophillus dan Bacillus subtilis.
Tabel 9.2. Spora bakteri yang digunakan dalam pengujian efektivitas sterilisasi
Cara Sterilisasi Spora bakteri penguji
Uap panas Bacillus stearothermophillus 1517
B.polymyxa
Udara panas B.stearothermophillus 1515
B.subtilis
H2O2 + panas
atau + lain-lain
B.subtilis A
B.subtilis (globigii)
Radiasi B.subtilis
Sumber : Ito dan Steenson (1984)
Pengujian efektivitas sterilisasi terhadap produk dilakukan dengan cara menginokulasikan
produk dengan sejumlah spora bakteri, kemudian dilakukan sterilisasi seperti yang sebenarnya
diterapkan dalam proses. Proses selanjutnya yaitu pengisian ke dalam wadah steril dan penutupan
secara aseptik juga dilakukan seperti dalam proses. Kemudian produk dalam kemasan tersebut
diinkubasi untuk melihat pertumbuhan bakteri yang diuji. Bagan proses pengujian efektivitas
produk dapat dilihat pada Gambar 9.3.
Jumlah bakteri yang masih hidup setelah perlakuan sterilisasi dapat dihitung dengan
menggunakan metode MPN (most probable number), yaitu dengan cara mengencerkan sampel hingga
beberapa tingkat pengenceran untuk memperoleh jumlah bakteri yang sedikit (agar mempermudah
perhitungan). Masing-masing tingkat pengenceran ini diinokulasikan ke dalam satu seri tabung yang
terdirid ari 5 tabung yang berisi medium yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Dengan
mengetahui jumlah tabung yang posiif (menunjukkan pertumbuhan) pada setiap pengenceran, dan
mencocokkannya pada Tabel MPN, dapat dihitung jumlah bakteri di dalam contoh yang telah
dipanaskan.
Cara lain untuk menghitung jumlah bakteri adalah dengan metode pemupukan cawan (Total
Plate Count/TPC) menggunakan medium yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Jumlah bakteri
dihitung dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada pengenceran tertentu.
Pengujian sterilisasi terhadap sistem sterilisasi dalam pengisian dan penutupan secara aseptik
dilakukan untuk mengetahui apakah kontaminasi berasal dari sistem pengisian dan penutupan yang
tidak tepat. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan cara melekatkan kepingan
aluminium berperekat yang telah diinokulasikan dengan sejumlah spora bakteri pada sistem
pengisian aseptik (aseptic filler). Kemudian siklus pengisian dan penutupan kaleng dilakukan seperti
yang diterapkan dalam proses. Setelah proses selesai kepingan aluminium tersebut dimasukkan ke
dalam medium pertumbuhan dan diinkubasi untuk melihat adanya pertumbuhan.
Dengan mengetahui jumlah spora awal dan jumlah spora setelah mengalami proses sterilisasi
dapat diketahui nilai efektivitas sterilisasi dengan rumus sebagai berikut :
Jumlah spora awal
Efektivitas sterilisasi = log
Jumlah spora setelah sterilisasi
Misalnya jika jumlah spora sebelum sterilisasi adalah 1010, kemudian setelah sterilisasi tinggal
10 spora yang masih hidup, maka efektivitas sterilisasi dari proses tersebut adalah log 1010/10 atau
sama dengan 9. Dalam sistem UHT, proses pemanasan yang diterapkan seharusnya mempunyai
efektivitas sterilisasi 12 jika digunakan B.subtilis sebagai bakteri penguji, atau 8 jika digunakan spora
bakteri yang sangat tahan panas yaitu B.stearothermophillus.
Dengan mengethaui efektivitas sterilisasi yang diterapkan dalam suatu proses dan jumlah
kontaminasi mikroorganisme sebelum proses, maka dapat dihitung kemungkinan terjadinya
kerusakan, misalnya dapat diketahui jumlah wadah yang mungkin rusak di antara sekian ribu atau
juta wadah yang steril.
Dikutip dari :
1. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, 1990. Risalah Seminar Pengemasan dan
Transportasi dalam Menunjang Pengembangan Industri, Distribusi dalam Negeri dan Ekspor
Pangan. S.Fardiaz dan D.Fardiaz (ed). Jakarta.
2. Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium
Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Thunks
rumit mesti beaya. besar...maunya kt secara tradisinal aja
Posting Komentar